Penulis: Redaksi TVRINews
TVRINews, Pekanbaru
PDI Perjuangan mempertegas langkah politiknya di Provinsi Riau dengan merumuskan tiga arah utama gerak organisasi: memperkuat akar budaya Melayu, menghidupkan kembali nilai keteladanan sejarah, serta menegaskan orientasi ide-cita masa depan partai. Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam Konferda dan Konfercab serentak yang berlangsung di Pekanbaru, Sabtu, 22 November 2025.
Ketua DPD PDIP Riau, Zukri, bersama jajaran pengurus partai dan Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil, turut hadir dalam kegiatan tersebut. Kehadiran LAMR dianggap memiliki posisi penting dalam kerangka membangun landasan politik berbasis kebudayaan.
“Bung Karno selalu menekankan bahwa bangsa yang besar harus memiliki kepribadian dalam kebudayaan. Dari jati diri itulah karakter politik Indonesia dibentuk,” ucap Hasto dalam sambutannya.
Menurut Hasto, Riau menyimpan kontribusi kultural yang berperan besar dalam penyatuan bangsa. Ia memuji pertunjukan songket dan tari Melayu yang membuka acara, kemudian mengingatkan bahwa Bahasa Indonesia tidak terlepas dari akar bahasa Melayu yang lahir dari wilayah budaya Riau.
“Mengapa para pemuda 1928 memilih bahasa yang akarnya Melayu? Karena mereka melihat kemampuan budaya ini menjembatani semua identitas. Karena itu, banggalah bahasa ini menyatukan kita,” tegas Hasto.
Dalam pilar kedua, Hasto menyinggung persoalan lunturnya ingatan sejarah di tengah masyarakat. Ia mengajak kader menelaah kembali kisah-kisah pengorbanan pendiri bangsa, termasuk Sultan Syarif Kasim II dari Siak.
“Beliau tidak meminta jabatan apa pun. Beliau menyerahkan kedaulatannya, mahkotanya, pedangnya, bahkan 13 juta Gulden untuk republik yang baru berdiri. Itu bentuk pengabdian tanpa syarat,” ujarnya.
Hasto juga menyinggung prinsip keberanian Bung Karno yang mendirikan PNI di usia muda dengan tekad memerangi kolonialisme.
“Ketika kolonialisme merupakan kekuatan terbesar di dunia, seorang pemuda berani berkata: ‘Saya mendirikan PNI untuk memerdekakan Indonesia Raya’,” sebutnya.
Di hadapan peserta, Hasto membacakan surat kader PNI Ciamis yang hendak dihukum mati pada masa penjajahan. Surat itu, menurut Hasto, menggambarkan pengorbanan tanpa pamrih.
“Sebelum digantung, mereka menulis kepada Bung Karno bahwa mereka pergi ke tiang gantungan dengan hati gembira karena yakin perjuangan akan diteruskan. Ini keberanian yang harus kita renungkan,” katanya.
Hasto pun mengingatkan kader agar tidak mudah gentar menghadapi tekanan politik masa kini.
“Pertanyaannya, apakah kita punya keberanian seperti itu? Pemilu baru menghadapi intimidasi saja banyak yang mulai goyah,” ujarnya.
Mengutip pesan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, Hasto menegaskan bahwa esensi kader bukan terletak pada jabatan, melainkan kontribusinya kepada rakyat.
“Banteng sejati bukan dilihat dari posisi apa yang dia pegang, tapi dari apa yang dia berikan kepada rakyat Indonesia,” tuturnya.
Hasto juga mengingatkan, arah dasar perjuangan partai.
“Yang harus dibangun bukan sekadar kekuasaan. Kita membangun peradaban politik,” pungkasnya.
Editor: Redaktur TVRINews
